BULETIN JUM'AT

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BULETIN JUM'AT "PADANG ATI"                                             EDISI: III/MARET 2012
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------


PENYAKIT HATI*
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Al-Baqoroh: 129 )

Hampir semua kita sangat peduli dengan penyakit fisik dan kurang memperhatikan penyakit ruhani  ( baca: hati ). Padahal akibat dari penyakit fisik tidak terlalu berbahaya dan hanya mengena pada si sakit seperti penyakit liver. Seberat apapun penyakit tersebut, tidak memiliki dampak secara sosial kepada orang lain. Sementara pengaruh  dari penyakit ruhani yang diderita seseorang  akan memiliki dampak yang luar biasa, tidak hanya pada penderita namun juga bagi orang lain. Seperti hasad, dengki, takabbur, merasa paling benar, ghodob, ingin menang sendiri, korupsi, kolusi, nepotisme, dll. Jika penyakit ruhani tersebut menjangkiti mereka yang secara sosial, ekonomi dan politis memiliki kedukan yang cukup tinggi. Pimpinan kantor misalnya, ketika ruhaninya sakit akan berdampak pada pola kepemimpinannya demikian juga kepada mereka yang memiliki kedudukan lebih tinggi. Bagaimana jika pimpinan kita, secara ruhaniyah menderita penyakit?. Tentunya kerusakan sudah didepan mata. Karena itu mengetahui beberapa penyakit ruhani adalah hal mutlak yang harus kita ketahui.
Beberapa penyakit ruhaniyah versi Al-Ghozali adalah; kehilangan cinta yang tulus. Orang yang mengidap penyakit hati tidak akan bisa mencintai orang lain dengan benar. Dia tidak mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Orang seperti itu agak sulit untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan yang lebih abstrak. Karena ia tidak bisa mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan itu.
Berikutnya, mereka yang berpenyakit ruhani akan kehilangan ketentraman dan ketenangan batin kemudian memiliki hati dan mata yang keras. Pengidap penyakit hati mempunyai mata yang sukar terharu dan hati yang sulit tersentuh mereka juga kehilangan kekhusyukan dalam ibadat dan yang paling penting adalah mereka senang melakukan dosa. Orang yang berpenyakit hati merasakan kebahagiaan dalam melakukan dosa. Tidak ada perasaan bersalah yang mengganggu dirinya sama sekali.
Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda- tanda penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati tersebut. Ia menyebutkan sebuah doa yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati: “Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak diangkat.”
 Merujuk pada doa di atas, kita bisa menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut. Pertama, memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul- betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang yang berilmu. Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Kedua, mempunyai hati yang tidak bisa khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia tidak bisa mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya sulit menangis. Nabi saw menyebutnya sebagai jumûd al-`ain (mata yang beku dan tidak bisa mencair). Di dalam Al-Quran, Allah menyebut manusia-manusia yang salih sebagai mereka yang …seringkali terhempas dalam sujud dan menangis terisak-isak. Ketiga, memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia memendam ambisi yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang takkan terpuaskan. Adapun ciri keempat dari orang yang berpenyakit hati adalah doanya tidak diangkat dan didengar Tuhan.

Cara Mengobati Penyakit Hati
Cara pertama untuk mengobati penyakit hati, menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu memberitahukan penyakit hati kitaHanya masalahnya adalah diera sekarang ini guru yang  memiliki kearifan demikian sulit didapatkan. Kedua adalah dengan meminta kawan yang jujur untuk menjadi pengawas  dirinya untuk memperhatikan berbagai keadaan dan perbuatannya. Kemudian menunjukkan terhadapnya berbagai akhlaq tercela baik yang dhohir maupun bathin. Sayang! Kondisi inipun sangat  “tidak mungkin”  diera saat ini.  Umar Ibn Al-Khattab berkata, “Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku.” Bahkan Umar sangat sering bertanya kepada sahabat-sahabat perihal perilaku keseharian  beliau padahal Umar adalah sosok shahabat terpandang dan pimpinan Negara terhormat.
Ketiga, jika sulit mendapatkan guru dan shahabat  yang baik dan jujur, kita bisa mencari musuh dan mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur ketimbang sahabat kita sendiri yang sering berbasa basi didepan kita. Sayang, tabiat kita adalah cenderung mendustakan musuh dan menganggap sebagai kedengkian. Padahal orang yang memiliki bashiroh ( mata hati ) tidak akan pernah mengabaikan manfaat yang diperoleh dari pernyataan musuh-musuhnya.
Keempat, memperhatikan perilaku orang lain yang buruk dan kita rasakan akibat perilaku buruk tersebut pada diri kita. Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan perilaku orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri. Dengan dmikian apa yang dilihat terhadap orang lain sebagai aib, dianggab sebagai aibnya sendiri.
Sebagi konklusi kajian ringkas ini, kita perhatikan firman Allah
وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ( An-Nuur: 21 )

------------------------
*Slamet Riyadi, Guru SMAN 2 Mejayan

3 komentar:

  1. hati yang bersih yang dapat ketenangan

    BalasHapus
  2. Jika semua kita tidak terkena penyakit hati, terlebih para pemimpin bangsa ini tentu kita sudah hebat dan telah mampu mengalahkan negara negara yang angkuh

    BalasHapus

Email kami

bagi yang berminat menyekolahkan putra-putrinya silahkan datang ke Yayasan al-Arifiyah Caruban

Telp : 0351-387666
atau kirim email ke : sd_ulilalbab@yahoo.com